Sabtu, 14 Agustus 2010

3 RAMADHAN 1431 H




:: disini aku berdiri, 

pada tepian takdir yang tak jua kudapati,

bukan karena tebing tinggi yang menghalangi,


bukan pula karena lelahnya langkah kaki ini berlari,


namun karena keberanian itu perlahan pergi,

mungkin sejenak untukku menepi mengisi segenap hati ::






-masih menunggu kabar dari-Mu, wahai Rabb penggenggam takdir setiap diri-

Selasa, 03 Agustus 2010

HATI YANG TENANG

Senin, 02 Agustus 2010

Mukadimah Sirah (bagian ke-1)

Oleh: Tim Kajian Manhaj Tarbiyah


MUKADIMAH

Keistimewaan Sejarah Nabi

dakwatuna.com – Dalam sejarah hidup Nabi Muhammad SAW terdapat beberapa keistimewaan, dengan mempelaja­rinya akan merupakan kekayaan rohaniah, pemikiran dan kesejarahan. Keistimewaan itu mengharuskan para agamawan, da’i dan orang-orang yang memper­juangkan perbaikan masyarakat untuk banyak mempelajarinya, karena dan studi itu mereka akan dapat menyampaikan ajaran-ajaran agama dengan menggunakan metode yang mampu memperlihatkan hal-hal yang seyogianya dijadikan pegangan oleh masyarakat, terutama dalam situasi tak menentu. Dengan metode dakwah yang dipetik dan hasil studi tersebut, para da’i akan mampu membuka hati publiknya, sehingga seruannya akan sukses.
Keistimewaan-keistimewaan yang menonjol dalam biografi Nabi Muhammad ini dapat disimpul­kan dalam lima unsur, sebagai berikut:

Pertama
 
Sejarah hidup Nabi Muhammad paling benar dibandingkan dengan sejarah hidup Nabi-nabi yang lain dan dengan biografi tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Sejarah hidup Rasulullah sampai ke tangan kita melalui jalur ilmiah yang paling terpercaya dan pasti, sehingga fakta-fakta dan peristiwa-peristiwanya tidak mungkin diragukan. Dengan metode penyam­paian itu kita mudah mengetahui hal-hal yang dilebih-lebihkan oleh tangan-tangan jahil berkenaan dengan din Nabi, baik yang berupa peristiwa luar biasa maupun fakta-fakta.
Kebenaran yang tak diragukan dalam sejarah hidup Nabi Muhammad ini tidak didapati dalam sejarah hidup Nabi-nabi terdahulu. Sejarah hidup Nabi Musa As. yang sampai kepada kita sekarang, misalnya, sudah dibumbui dan sudah ditambal sulam oleh orang-orang Yahudi. Sementara Taurat yang ada,  tak lagi dapat dijadikan rujukan untuk melihat bagaimana sejarah hidup Nabi Musa yang sebenarnya. Kritikus Barat banyak yang meragukan kebenaran sebagian isi Taurat tersebut, sementara kritikus yang lain justru memastikan sebagian isi kitab ini tidak ditulis pada masa hidup Nabi Musa dan tidak juga pada masa yang belum begitu jauh. Sebaliknya, menurut kritikus-kritikus tersebut banyak di antaranya yang ditulis pada masa yang sudah jauh dari itu dan penulisannya tidak diketahui persis. Hal ini cukup meragukan kita tentang kebenaran sejarah hidup Nabi Musa yang ditulis dalam Taurat. Oleh karena itu tidak ada satu pun sejarah hidup Musa yang dapat dibenarkan oleh kaum Muslimin kecuali sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur’an dan Hadits-hadits shahih.  Akan halnya sejarah hidup Nabi Isa As. sama saja. Injil-injil yang mendapat pengakuan resmi Gereja Masehi ditetapkan atau disusun ratusan tahun setelah Nabi Isa wafat. Injil-injil tersebut adalah saduran dari beratus injil yang ada pada masa itu dan penyadurannya pun tanpa dibatasi pedoman ilmiah. Di samping itu,  penamaan Injil-injil menurut nama penulisnya tidak juga didasari metode ilmiah yang meyakinkan, tidak diriwayatkan melalui jalur (sanad) yang berurutan langsung sampai kepada Si penulis, sehingga kritikus-kritikus Barat bertikai tentang siapa sebenarnya nama penulis-penulis injil itu dan di zaman mana mereka hidup.

Jika demikian keraguan mengenai kebenaran sejarah Rasul-rasul pembawa agama-agama yang tersebar di seantero alam, maka sejarah pendiri-pendiri agama dan filsafat yang ratusan juta penganutnya pun tentu lebih diragukan lagi. Taruhlah Budha Gautama dan Kungfutse, sejarah hidup mereka yang diriwayatkan oleh pengikut-pengikutnya tidak digali dari sumber-sumber yang terpercaya secara ilmiah. Sejarah mereka ini hanyalah merupakan hasil formulasi para pendeta tentang kehidupan mereka sendiri, yang diproyeksikan menjadi sejarah pendiri aliran-aliran tersebut. Setiap generasi penerusnya juga menambah dongeng-dongeng ke dalam sejarah dimaksud, sekalipun hal itu tidak masuk akal sehat dan tidak bebas dari fanatisme yang membabi buta. Setelah melihat-seperti di atas, maka nyatalah sejarah hidup Nabi Muhammad SAW merupakan sejarah yang paling terpercaya kebenarannya.

Kedua

Fase-fase sejarah hidup Nabi Muhammad SAW jelas adanya, yakni sejak dari perkawinan ayahnya (Abdullah) dengan ibunya (Aminah) sampai dengan wafatnya. Kita semua mengetahui kelahirannya, masa kanak-kanak dan masa remajanya. kita tahu pekerjaan-pekerjaan  yang dilakukannya pada masa­-masa sebelum menjadi Nabi, perjalanan-perjalanannya ke luar kota Makkah sampai menjadi Nabi. Yang lebih jelas dan terperinci lagi ialah sejarahnya setelah diangkat sebagai Rasul, sehingga dapat diketahui kronologisnya tahun demi tahun. Adalah beralasan jika kritikus-kritikus Barat mengatakan “Muhammad lah satu-satunya Rasul yang dilahirkan dalam riwayat hidup yang jelas.”

Tidak kita dapati sejarah Rasul-rasul terdahulu yang sama atau hampir sama jelasnya dengan sejarah Nabi Muhammad SAW. Biografi Nabi Musa dan Isa misalnya sedikit sekali yang dapat diketahui.

Ketiga

Sejarah Nabi Muhammad SAW merupakan lukisan sejarah seorang manusia biasa yang menda­pat keistimewaan berupa kerasulan, sehingga tidak keluar dari kemanusiaannya tidak dibumbui dengan dongeng-dongeng dan tidak pula diberi atribut­-atribut ketuhanan sedikit pun. Jika dibandingkan dengan sejarah Nabi Isa As. yang disusun oleh orang-orang Masehi atau dengan sejarah Budha dan lain sebagainya, maka tampak jelas bedanya. Apa-apa yang diriwayatkan tentang mereka itu amat besar pengaruhnya terhadap sikap atau tingkah laku individual dan sosial para pengikutnya. Pemberian atribut-atribut kepada Nabi Isa dan Budha ternyata membuat kedua tokoh ini tidak mungkin dijadikan contoh teladan oleh manusia lain, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosialnya. Nabi Muhammad adalah sebaliknya, karena tidak diberi atribut ketuhanan dapatlah beliau dijadikan contoh oleh siapa pun. Inilah yang dinyatakan oleh ayat:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir dan banyak berdzikir.” (Q.S. Al-Ahzab: 21)


Keempat

Sejarah hidup Rasulullah mencakup semua segi kemanusiaan. Sejarahnya semasa belum menjadi Rasul, merupakan sejarah seorang pemuda yang lurus. Sejarah seorang Rasul mengajak ke jalan Allah dengan metode yang dapat diterima dan mencurahkan seluruh kemampuan yang ada padanya guna menyampaikan risalah. Sejarah hidup Nabi mengisahkan  dirinya sebagai kepala negara yang berhasil meletakkan setepat-tepat dan sebagus-bagus sistem kenegaraan, mengawasinya dengan sigap, tulus dan jujur. Sejarah Rasulullah melukiskan beliau sebagai seorang suami dan seorang ayah yang penuh kasih sayang, ramah dan pandai membedakan mana hak dan mana kewajiban masing-masing anggota keluarga, sebagai  seorang pendidik dan pembimbing yang menuntun sahabat-sahabatnya dengan pendidikan yang patut ditiru sebagai jalan menanamkan semangatnya ke dalam jiwa mereka, hingga mengi­kuti teladannya, baik dalam soal kecil maupun dalam soal besar. Sejarah Nabi SAW juga mengisahkan dirinya sebagai seorang Rasul yang benar, melaksa­nakan keharusan-keharusan dalam persahabatan yang berupa kewajiban maupun tata tertibnya, sehingga sahabat-sahabat tersebut sangat menya­yanginya seperti menyayangi diri sendiri, bahkan lebih sayang ketimbang terhadap keluarga dan sanak family. Sejarah hidup Nabi Muhammad juga menceritakan beliau sebagai seorang ahli perang yang perkasa, sebagai panglima yang unggul, sebagai politikus yang sukses, sebagai seorang tetangga yang terpercaya dan seorang yang selalu menepati janji.

Pendeknya, sejarah Rasulullah SAW benar-benar merupakan sejarah yang mencakup semua segi manusiawi yang terdapat dalam masyarakat. Inilah yang membuatnya menjadi teladan yang baik untuk setiap da’i, panglima, ayah, suami, pendidik, politisi, negarawan dan seterusnya.

Kelengkapan serupa atau hampir serupa dengan kelengkapan sejarah Nabi Muhammad SAW tidak pernah dijumpai dalam biografi Rasul-rasul terdahulu. Nabi Musa As. misalnya hanya merupakan pemimpin yang berhasil membebaskan umatnya dan perbu­dakan, kemudian berhasil meletakkan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip kemasyarakatan yang berguna. Tetapi dalam sejarahnya tidak ada sesuatu yang membuat beliau pantas dijadikan contoh oleh tentara, oleh para pendidik, politikus-politikus, kepala-kepala negara, oleh bapak atau oleh suami-suami. Sejarah Nabi Isa hanya menggambarkan beliau sebagai da’i yang zuhud (tidak mementingkan dunia). Beliau tidak punya harta, rumah dan kekayaan lainnya. Sejarah Nabi Isa seperti yang dipahami oleh orang­-orang Kristen sama sekali tidak menggambarkan beliau sebagai seorang panglima perang atau sebagai kepala negara, tidak pula tergambarkan beliau sebagai seorang ayah, seorang suami, atau seorang yang berani. Ketidaklengkapan ini juga ditemui dalam sejarah hidup Büdha, Kungfutse, Aristoteles, Plato, dan orang-orang bersejarah lainnya. Mereka ini tidak menjadi suri teladan. Kalaupun ada, hanya dalam segi tertentu saja. Satu-satunya manusia bersejarah yang pantas dijadikan teladan dalam semua segi kehidupan adalah Muhammad SAW.

Kelima

Sejarah Nabi Muhammad SAW yang lengkap itu sendiri merupakan bukti kebenaran risalah dan kerasulannya. Sejarah beliau merupakan sejarah insan kamil 1) yang melaksanakan dakwahnya setapak demi setapak. Tidak dengan menggunakan mukjizat atau hal-hal yang luar biasa, tetapi justru dengan cara dan jalan biasa. Dalam melaksanakan dakwahnya beliau sering diganggu atau disakiti, dan dakwah beliau memperoleh pengikut setia dan jika tidak dapat mengelak dan terjadinya peperangan, maka beliau pun berperang. Beliau bertindak bijaksana dan simpatik. Sampai saat wafatnya dakwah beliau telah meratai anak benua Arab, tidak dengan menggunakan cara-cara kekuasaan, akan tetapi meng­gunakan cara ihsan. Siapa saja yang paham benar adat keyakinan orang-orang Arab pada waktu itu, mengetahui betul bagaimana kerasnya tantangan yang mereka berikan, mengerti benar tidak seimbangnya kekuatan pihak Nabi dibanding dengan kekuatan lawan, mengetahui singkatnya waktu yang dihabiskan dalam tugas kerasulannya, pastilah orang itu yakin akan kebenaran kerasulan beliau. Allah Swt. memberikan ketetapan hati, kekuatan jiwa, keluasan pengaruh dan kemenangan kepada Muhammad SAW tidak lain hanya karena dia benar-benar seorang Nabi yang benar. Tidak mungkin Allah akan memberikan kualitas-kualitas seperti itu, kalau dia seorang yang dusta. Sejarah hidup Rasulullah SAW benar-benar membuat kita yakin terhadap kebenaran risalahnya. Kita meyakini­nya hanyalah karena cocok dengan akal pikiran, bukan karena mukjizat. Iman bangsa Arab kepada kebenaran risalahnya tidak pertama-tama didasari oleh adanya mukjizat yang keluar. Tak satu mukjizat Nabi pun yang menjadi sebab berimannya orang-­orang kafir yang degil itu. Sebab suatu mukjizat material tentu hanya bernilai bagi orang-orang yang menyaksikannya, sedangkan iman orang-orang yang tidak menyaksikan seperti kita sekarang semata-­mata berdasarkan pengakuan dan pembenaran secara akal atas kebenaran risalahnya. Al-Qur’an yang merupakan mukjizat akli itu pasti menggoda setiap orang yang berakal dan berkeinsyafan untuk percaya kepada risalah Muhammad SAW.

Tak pelak lagi hal ini pun membedakan sejarah Nabi Muhammad dengan Nabi-nabi sebelumnya. Percayanya umat Nabi terdahulu kepadanya hanya karena menyaksikan keluarbiasaan yang dibawa, bukan karena pertimbangan akal sehat dan pema­hamannya tentang prinsip-prinsip ajarannya. Nabi Isa As. adalah contoh dalam hal ini. Allah mence­ritakan dalam Al-Qur’an, senjata yang diberikan Allah kepada beliau guna meyakinkan orang Yahudi ialah mukjizat. Yaitu dapat menyembuhkan penyakit bisu dan belang, dapat menghidupkan orang yang sudah mati, dapat menurunkan langsung makanan berlimpah ruah dari langit.
Apa yang kita katakan tadi ternyata dibenarkan oleh Injil-injil yang ada, mukjizat-mukjizat mate­riallah satu-satunya sebab berimannya sekelompok orang kepada Nabi Isa. Betapa bedanya antara keterangan Injil dan Qur’an tentang sebab-sebab berimannya umat Nabi Isa. Kalau Al-Qur’an menya­takan sebab dimaksud ialah kebenaran kerasulan Isa, maka Injil-injil yang ada kini menyatakan karena keluarbiasaannya, bahkan beliau dianggap pula sebagai Tuhan atau Anak Tuhan. Setelah wafatnya Nabi Isa, agama Masehi tersebar karena hal-hal yang luar biasa. Agama Masehi benar-benar didasar­kan kepada mukjizat. Demikian menurut keterangan-­keterangan yang dapat dibaca dalam Injil-injil yang ada sekarang.

Jika dibandingkan dengan sejarah Nabi Muham­mad, maka nyata benar bedanya, kalau umat Nabi Isa beriman karena mukjizat, maka umat Nabi Muhammad beriman karena memang ajarannya bisa diterima oleh akal sehat. Adanya mukjizat Nabi Muhammad tidak lain merupakan bukti keagungan­nya, untuk mematahkan alasan-alasan orang-orang yang ingkar lagi keras kepala. Orang yang meneliti Al-Qur’an akan menemukan, metode yang dipakai guna meyakinkan setiap pembacanya adalah metode akli dan fakta-fakta nyata mengenai keagungan ciptaan Allah. Memahami kemukminan Rasulullah SAW akan menjadi bukti dan kebenaran kerasulan Muhammad.

Firman Allah
وَقَالُوا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ ءَايَاتٌ مِنْ رَبِّهِ قُلْ إِنَّمَا الْآيَاتُ عِنْدَ اللَّهِ وَإِنَّمَا أَنَا نَذِيرٌ مُبِينٌ
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَى عَلَيْهِمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَى لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan mereka berkata: mengapa tidak diturunkan baginya mukjizat-mukjizat dan Tuhannya? Katakan, sesungguhnya mukjizat itu adalah kuasa Allah dan aku hanyalah pemberi peringatan yang nyata. Apakah mereka tidak merasa cukup, telah kami turunkan kitab yang dibacakan kepada mereka. Sesungguhnya di dalamnya terdapat rahmat dan peringatan bagi kaum yang beriman.” (QS. Al-Ankabut: 50-51)

Ketika orang-orang Quraisy mendesak agar Nabi Muhammad memperlihatkan mukjizat, maka Allah menyuruh beliau menjawab seperti dalam ayat berikut

وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا
أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا
أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا
أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا
“Dan mereka berkata: kami tidak akan percaya kepadamu sehingga engkau pancarkan untuk kami mata air dan bumi. Atau engkau memiliki kebun korma dan anggur dan di celah-celahnya ada sungai yang mengalir. Atau engkau gugurkan langit berkeping-keping seperti yang engkau katakan. Atau engkau hadapkan Allah Dan Malaikat kepada kami. Atau engkau memiliki sebuah rumah dan emas dan engkau naik ke langit. Dan kami tidak akan percaya dengan kenaikanmu itu sebelum engkau turun membawa kitab yang dapat kami baca. Katakan, Maha Suci Allah Tuhanku aku ini adalah seorang manusia yang diutus.” (QS. Al-Isra’: 90-93)

Demikian jelasnya Al-Qur’an menyatakan Muhammad adalah manusia yang diutus tidak didasarkan kepada hal-hal yang luar biasa atau mukjizat, tetapi diarahkan kepada pertimbangan akal dan hati nurani.

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Siapa saja yang dikehendaki Allah untuk beriman, maka akan dilapangkan dadanya untuk menerima Islam.” (QS. Al-An’am: 125)

– Bersambung

Minggu, 01 Agustus 2010

DEFINISI WANITA MAHRAM (YANG HARAM DINIKAHI)

Catatan Ustadz Abdul Hakim

Perempuan yang Haram Dinikahi

Dari ayat di atas, para ulama telah mengambil beberapa kesimpulan hukum mengenai adanya perempuan-perempuan yang haram dinikahi. Ada yang haram dinikahi selamanya, ada pula yang haram dinikahi untuk sementara waktu, karena adanya kondisi atau sebab tertentu.

Pertama, perempuan yang haram dinikahi selamanya

Haram dinikahi karena nasab
Yang dimaksud dengan nasab adalah jalur keturunan. Termasuk dalam kategori perempuan yang haram dinikahi karena nasab adalah:

Ibu kandung
Yang dimaksud dengan ibu bukan hanya perempuan yang melahirkan kita (ibu kandung kita). Termasuk dalam kategori ibu adalah ibunya ibu kita (nenek kita), neneknya ibu, dan seterusnya ke atas. Termasuk juga ibunya bapak kita, neneknya bapak, dan begitu terus ke atas.

Mereka adalah perempuan yang amat kita hormati, secara manusiawi telah menghantarkan keberadaan kita sebagai manusia di dunia ini. Islam memuliakan mereka dengan mengharamkan menikahi mereka selama-lamanya.

Anak perempuan kandung
Yang dimaksud dengan anak perempuan adalah anak kandung kita yang perempuan, anaknya anak perempuan kita (cucu kita), dan terus ke bawah. Mereka adalah darah daging kita sendiri, generasi penerus kita, dan harus kita jaga, pelihara serta lindungi. Islam telah menjadikan mereka sebagai perempuan yang diharamkan untuk dinikahi selamanya.
Saudara perempuan
Yang dimaksud saudara perempuan adalah semua perempuan yang menjadi anak kandung dari bapak dan ibu kita, seperti kakak kandung atau adik kandung. Termasuk juga anak perempuan dari bapak kita saja, juga anak perempuan dari ibu kita saja. Seperti ketika bapak dan ibu menikah dalam status sebagai duda atau janda yang telah beranak, maka anak perempuan dari bapak atau anak perempuan dari ibu tersebut termasuk haram dinikahi selamanya.

Bibi dari pihak ayah
Yang dimaksud adalah semua perempuan yang menjadi saudara kandung ayah kita, baik yang menjadi anak dari kakek dan nenek kita, atau salah satu dari keduanya; atau saudara perempuan dari kakek kita. Termasuk juga saudara perempuan dari bapaknya ibu kita.

Mereka semua termasuk kategori saudara dekat yang diharamkan untuk menikahi selamanya.

Bibi dari pihak ibu
Yaitu semua perempuan yang menjadi saudara kandung ibu kita, baik yang lahir dari kakek dan nenek kita atau salah satu dari keduanya, atau saudara perempuan dari nenek kita. Termasuk juga saudara perempuan dari ibunya ayah kita. Sebagaimana bibi dari pihak ayah, maka bibi dari pihak ibu inipun masuk dalam kategori keluarga dekat yang haram dinikahi selamanya.

Anak perempuan saudara laki-laki
Yaitu anak-anak perempuan dari saudara kita yang laki-laki baik saudara kandung maupun tiri. Mereka adalah kemenakan kita, dan kitapun diharamkan menikahi mereka selamanya.

Anak perempuan saudara perempuan
Yaitu anak-anak perempuan dari saudara kita yang perempuan baik saudara kandung maupun tiri. Sebagaimana kemenakan dari saudara laki-laki, maka kemenakan dari saudara perempuan inipun haram dinikahi selamanya.



Haram dinikahi karena pernikahan
Bagian kedua dari perempuan yang haram dinikahi selamanya adalah karena sebab pernikahan. Termasuk dalam kategori ini adalah:

Ibu dari isteri kita, dan nenek isteri kita dari pihak ayah maupun ibu
Ibu dari isteri kita atau kita sebut mertua, statusnya seperti ibu kita sendiri. Dialah yang melahirkan isteri kita, sehingga seandainyapun kita sudah berpisah dengan isteri disebabkan karena isteri meninggal atau bercerai, maka ibu mertua kita tetap haram dinikahi selamanya.

Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli.
Yang dimaksud adalah anak perempuan dari isteri kita, yang dihasilkan dari perkawinan sebelumnya dengan laki-laki lain. Termasuk juga anak perempuan dari anak perempuan tiri, cucu-cucu perempuannya dan terus ke bawah. Mereka adalah perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya, jika ibunya sudah digauli dalam sebuah pernikahan yang sah.

Seandainya ibunya belum digauli sudah terlanjur berpisah karena meninggal atau bercerai, maka anak tiri perempuan itu boleh dinikahi.

Isteri dari anak kandung kita, dan isteri dari cucu kita
Jika kita punya anak laki-laki dan telah punya isteri, maka isteri dia haram kita nikahi selamanya. Demikian pula anak-anak kita baik yang laki-laki ataupun perempuan, jika mereka punya anak laki-laki, yang berarti cucu kita, ketika cucu laki-laki tersebut punya isteri maka isteri mereka haram kita nikahi selamanya.

Ibu tiri
Ibu tiri yaitu perempuan yang dinikahi ayah meskipun belum pernah digaulinya. Pernikahan seperti ini dahulu banyak terjadi di zaman jahiliyah sebelum kedatangan Islam. Allah telah mengharamkan perbuatan seperti itu, dan menganggap sebagai perbuatan yang keji, dibenci dan jalan yang buruk.



Haram dinikahi karena Susuan
Yang diharamkan dinikahi untuk selamanya, selain karena sebab nasab dan perkawinan, adapula yang karena sebab susuan. Ada tradisi pada sebagian kalangan masyarakat di zaman Nabi hidup yang menyusukan anaknya pada perempuan penyusu yang banyak dijumpai pada waktu itu. Karena adanya susuan ini, beberapa pihak menjadi haram dinikahi selamanya, yaitu:

Ibu susu
Yang dimaksud ialah seorang perempuan yang menyusui anak orang lain. Kendatipun bukan ibu kandung, ia telah dianggap sebagai ibu dari anak yang menyusu kepadanya. Untuk itu, ibu susu haram dinikahi oleh anak yang menyusu kepadanya selama-lamanya.

Ibu dari ibu susu
Yang dimaksud adalah ibu dari perempuan yang menyusui anak orang lain. Ia juga haram dinikahi selamanya karena ia telah menjadi nenek dari anak yang menyusu tersebut.

Ibu dari suami ibu susunya
Ibu dari suami perempuan yang menyusui anak orang lain termasuk haram dinikahi selamanya, karena ia merupkan neneknya juga, dari jalur bapak. Islam meletakkan posisi ibu susu, suami ibu susu, ibu dari ibu susu dan ibu dari suami ibu susu seakan-akan sama dengan ibu kandung, bapak kandung, serta nenek kandung dari jalur ibu dengan jalur ayah.

Saudara perempuan ibu susunya
Yang dimaksud adalah kakak atau adik yang perempuan dari ibu susunya. Mereka ini haram dinikahi selamanya karena telah menjadi bibi susunya.

Saudara perempuan dari suami ibu susunya
Yang dimaksud adalah kakak atau adik perempuan dari suami ibu susu. Mereka juga hara, dinikahi selamanya karena telah menjadi bibi susunya.

Cucu perempuan ibu susunya
Ketika ibu susu punya anak baik laki-laki maupun perempuan, lalu anak-anak ibu susu ini memiliki anak perempuan dari pernikahan mereka, maka cucu perempuan dari ibu susu ini haram dinikahi selamanya. Mereka menjadi anak perempuan dari saudara laki-laki dan perempuan yang sesusuan dengannya

Saudara perempuan sesusuan
Yang dimaksud adalah saudara perempuan sesusuan baik yang sekandung, maupun hanya seayah atau seibu saja. Jadi anak perempuan ibu susu, atau anak perempuan yang dihasilkan dari pernikahan sebelumnya dari ibu susu atau suaminya, termasuk haram dinikahi selamanya.



Perempuan yang haram dinikahi sementara

Di depan telah dijelaskan perempuan yang haram dinikahi selamanya karena sebab nasab, pernikahan dan susuan. Berikut adalah perempuan yang haram dinikahi sementara karena adanya sebab tertentu atau kondisi tertentu.

Memadu dua orang perempuan bersaudara
Tidak dibolehkan menikahi dua orang sekaligus perempuan yang bersaudara kandung, atau seorang perempuan dengan bibi dari ayahnya, atau seorang perempuan dengan bibi dari ibunya. Termasuk juga diharamkan memadu dua orang perempuan yang masih memiliki hubungan kekeluargaan, dimana seandainya salah satu dari kedua perempuan tersebut adalah laki-laki, maka tidak dibolehkan menikah satu dengan lainnya. Misalnya memadu antara seorang perempuan dengan anak perempuan saudara laki-lakinya atau dengan anak perempuan saudara perempuannya.

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan diharamkan kamu memadu antara dua orang perempuan bersaudara, kecuali yang telah berlalu” (An Nisa’:23).

Demikian juga, Abu Hurairah pernah meriwayatkan:

“Sesungguhnya Nabi saw melarang memadu seorang perempuan dengan bibi dari ayahnya atau dengan bibi dari ibunya” (riwayat Bukhari dan Muslim).

Fairuz Ad Dailami menceritakan bahwa ia masuk Islam dalam kondisi memiliki dua isteri yang masih bersaudara, maka Nabi saw bersabda kepadanya, “Ceraikanlah salah satu dari keduanya yang kau kehendaki” (riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).

Isteri orang lain atau Mantan isteri orang lain yang sedang iddah
Tidak dibolehkan menikahi perempuan yang telah sah menjadi isteri orang lain, atau mantan isteri orang lain yang tengah menjalani masa iddah. Mereka baru boleh dinikahi apabila telah sah bercerai dengan suaminya dan telah selesai masa iddahnya.

Perempuan yang ditalak tiga kali
Perempuan yang telah ditalak tiga kali tidak halal bagi suaminya yang pertama sebelum ia dinikahi oleh laki-laki lain dengan pernikahan yang sah. Artinya, perempuan yang telah ditalak tiga kali, halal bagi laki-laki lain menikahinya, akan tetapi justru haram bagi mantan suaminya yang telah mentalak tiga kali untuk menikahinya kembali. Baru boleh dinikahi, setelah sang isteri menikah lagi dengan laki-laki lain, dan juga telah bercerai dengan suaminya tersebut.

Perempuan yang sedang ihram
Seseorang yang sedang ihram baik laki-laki maupun perempuian tidak diperbolehkan melaksanakan pernikahan, sebagaimana sabda Nabi saw:

“Orang yang ihram tidak boleh menikah dan dinikahkan dan tridak boleh pula meminang” (riwayat Muslim).

Artinya, perempuan ini haram dikhitbah dan dinikah selama masih ihram. Nanti seusai ihram ia halal dikhitbah dan dinikah.

Perempuan budak
Para ulama sependapat bahwa budak laki-laki boleh menikah dengan budak perempuan, dan perempuan merdeka boleh dinikahi laki-laki budak asalkan ia dan walinya rela. Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh laki-laki merdeka menikahi budak perempuan, kecuali apabila ia tidak mampu menikah dengan perempuan merdeka, atau karena takut terjerumus ke dalam perzinahan.

Akan tetapi Abu Hanifah berpendapat laki-laki merdeka boleh menikah dengan budak perempuan sekalipun ia mampu menikah dengan perempuan merdeka, kecuali jika ia telah memiliki isteri perempuan merdeka. Yang perlu diingat adalah, Islam berorientasi membebaskan perbudakan, sehingga secara berangsur-angsur perbudakan bisa terhapuskan sama sekali.

Dengan demikian, budak hendaklah dibebaskan, sehingga ia merdeka dan bisa dinikahi oleh laki-laki merdeka.

Perempuan pezina
Seorang laki-laki beriman tidak dihalalkan menikahi perempuan pezina, demikian pula sebaliknya perempuan beriman tidak dihalalkan menikah dengan laki-laki pezina, kecuali jika mereka telah bertaubat. Mereka baru halal dinikahi apabila telah bertaubat dengan taubat yang sebenarnya.

“Laki-laki berzina tidak menikahi kecuali melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Yang demikian itu diharamkan atas orang-orang beriman” (An Nur:3).

Ayat di atas menunjukkan keharaman laki-laki beriman menikahi perempuan berzina dan perempuan musyrik. Demikian pula perempuan beriman diharamkan menikah dengan laki-laki berzina dan laki-laki musyrik. Kecuali apabila mereka telah bertaubat dari perbuatan zina dan dari kemusyrikan.

Bekas isteri yang pernah dilaknat
Tidak dihalalkan bagi seorang suami untuk menikahi kembali mantan isterinya yang telah pernah bersama-sama mengadakan sumpah pelaknatan (li’an). Apabila terjadi sumpah pelaknatan, maka perempuan tersebut tidak boleh dinikahi kembali selamanya.

“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak memiliki saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar; dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk orang yang berdusta” (An Nur: 6-7)

Perempuan musyrik
Para ulama bersepakat bahwa laki-laki muslim tidak halal menikah dengan perempuan penyembah berhala, perempuan zindiq, perempuan yang murtad dari Islam, penyembah sapi, perempuan politheis.

“Dan janganlah kami nikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan budak yang beriman lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan perempuan beriman) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik daripada orang musyrik walaupun ia menarik hatimu” (Al Baqarah : 221).”

Pengarang kitab Al Mughni menjelaskan, “Seluruh orang kafir selain ahli kitab, seperti penyembah berhala, batu, pohon dan hewan, di kalangan para ulama tidak ada perbedaan pendapat tentang haramnya menikah dengan [perempuan-perempuan mereka dan memakan sembelihan mereka”. Ia juga menambahkan, “Perempuan murtad dari agama juga haram dinikahi”.