Salah nggak sih suka sama guru?
Cinta kan nggak pandang usia, ia nggak?
Waktu sudah hampir melewati batas larut malam. Jarum pendek menunjuk pada angka sebelas sedangkan jarum panjangnya menunjuk angka delapan. Tapi mataku tetap nggak mau terpejam. Hanya bisa gulang-guling nggak nyaman di atas kasur empuk kamarku. Sambil bicara sendiri pada buku Biologi. Mungkin benar kata orang. Aku sedang jatuh cinta !
Hari itu, satu setengah bulan yang lalu kelas kami kedatangan guru baru, namanya Pak Burhanuddin Alam. Panggilannya Pak Han’s. Aslinya orang Aceh. Orangnya cerdas dalam menyampaikan materi pelajaran, cara bicaranya juga bijak, pandangan matanya itu tuh, begitu meneduhkan, tapi juga supel, ramah, friendly, dan yang paling bikin dia cepat sekali populer karena satu hal.
Dia ganteng. Ganteng banget !
Kalau di gambarkan, dia itu mirip Teungku Firmansyah. Putih bersih, tinggi, tegap badannya, alisnya tebal, senyumnya manis, dan ada jenggot tipis di dagunya. Sebenarnya dia masih kuliah di Universitas Negeri nomer satu di kota ini. Dari ceritanya waktu pertama kali perkenalan, dia sedang mengadakan penelitian skripsi di Gunung Merapi. Nggak tahulah penelitian tentang apa, tentang bakteri apa gitu, bahasa latinnya aneh. Orang sekelas juga cuma melongo. Takjub. Bukan sama obrolan penelitiannya, tapi pada kegantengannya. Di Sekolah ini dia hanya menggantikan sementara guru Biologi kami yang sedang cuti hamil.
Biasanya, kalau ada pelajaran yang namanya Biologi, atmosfir di kelas ini seperti musim gugur. Pelajaran itu seklalu bikin ngantuk. Hampir tidak bisa dihitung anak-anak yang menguap dan berusaha menahan kepala dengan menopangnya pakai dua tangan. Beneran nggak tahu kenapa. Kalau boleh jujur, karena kata-katanya yang biologi banget. Kaku. Textbook banget deh pokoknya. Nggak ngerti lah aku. Tapi, sejak Pak Han’s mengajar di kelas kami, suasana kelas berubah jadi musim semi. Yang namanya papan tulis serasa berubah warna merah muda. Kursi dan meja juga ikut-ikutan berbunga. Begitu semangat, gimana enggak? kalo gurunya secakep dia? Hehe...
Si centil Rindi yang biasanya memilih duduk nomor tiga, malahan pindah ke bangku paling depan, mengusir Lala. Lala yang tampangnya culun dengan kaca mata tebalnya Cuma bisa pasang tampang memelas tertindas. Mau nampang aja tuh si Rindi bawaannya! Pita kepangan rambutnya juga kini makin berwarna-warni. Ngejreng banget deh. Bau badannya juga kadingaren wangi. Tampang wajahnya genit berseri-seri.
“Saingan berat nih !”, gerutuanku. Tentunya dalam hati saja.
“Baik anak-anak, kita lanjutkan materi yang sudah di berikan oleh Ibu Winda. Sekarang kita pelajari Ekologi", satu hal yang membuatku semakin jatuh hati pada Pak Han’s, dia itu selalu memberikan kata-kata bijak di setiap akhir kesimpulan materi pelajaran yang disampaikan. Semakin cakep aja nih pelajaran Biologi.
“Pada dasarnya lingkungan kita ini terdiri dari dua komponen, fisik dan non fisik. Komponen fisik terdiri dari biotik dan abiotik sedangkan non fisik merupakan hubungan manfaat antar benda yang ada di bumi ini. Dari dua komponen tersebut tercipta sebuah dinamika sistem interaksi yang disebut sebagai ekosistem. Pengertian secara luas adalah hubungan dari mahluk hidup dengan lingkungannya (biotik dan abiotik), masing-masing bersifat saling mempengaruhi dan diperlukan keberadaannya untuk memelihara kehidupan yang seimbang, selaras dan harmonis. Hubungan antar komponen ekosistem merupakan hubungan yang bersifat tetap teratur dan merupakan satu kesatuan yang saling pengaruh mempengaruhi, sehingga ekosistem merupakan konsep sentral atau inti daripada ekologi. Hubungan tersebut juga bersifat netral, mutualistik dan adaptif, namun ada pula yang bersifat dominasi komponen lain. Itulah kehidupan. Pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan adanya keserasian dan keseimbangan dalam interaksi antar komponen ekosistem tersebut. Maka satu pelajaran penting yang dapat kita ambil dari materi ini adalah, semua makhluk hidup (biotik) dengan segala yang ada di bumi ini mempunyai peran. Sebagaimana kita sebagai manusia. Dalam kehidupan ini, setiap orang mempunyai perannya masing-masing. Jadi tidak ada manusia yang dilahirkan ke dunia tanpa peran, semuanya penting. Semuanya istimewa. Peran sebagai makhluk Tuhan, peran sebagai seorang individu, peran sebagai anak dalam keluarga, peran sebagai seorang sahabat, dan lainnya. Ketika satu orang tidak menjalankan perannya, maka akan terjadi masalah. Maka dari itu, mari kita benar-benar jalankan peran dalam kehidupan ini sebagai makhluk Tuhan yang bermanfaat. Dan peran kalian sebagai seorang pelajar adalah untuk selalu belajar, belajar dan belajar”, Tuh kan, dia seakan seperti Kyai. Tapi gaya bicaranya tidak menggurui, jadinya kita yang di ajar menjadi makin terpesona saja.
“ Baik anak-anak, sebelum di akhiri kita kuis lisan dulu ya?",
“Wuuu...!”, Serombongan cowok yang duduk di pojok belakang menggerutu tidak jelas. Pak Han’s hanya tersenyum. Makin bikin hati nggak karuan aja nih. Pasti tadi anak-anak di pojok belakang itu tidak pada menyimak pelajaran. Beda dengan kebanyakan cewek, yang biasanya pada ngerumpi sendiri, ngantuk, tangannya usil mengambari butu tulis, atau nulis puisi, hari ini hampir kompak memelototin Pak Han’s. Padahal biasanya lihat buku biologi aja kayak mau muntah. Tulisan-tulisannya itu lho bikin ngantuk. Nggak ngerti dengan bahasa bukunya.
Kuis pun dimulai. Pertanyaannya hanya sepuluh soal. Hampir setiap pertanyaan terasa mudah untuk dijawab, beberapa kali ku angkat tangan dan jawab pertanyaan itu dengan benar. Hampir seluruh pasang mata di kelas ini memandang pada satu titik. Tempat dudukku. Semua anak takjub melihat sosok jenius baru dikelas. Cewek paling riweh tiba-tiba jadi master biologi. Aku hanya senyum-senyum bangga.Dan semakin menambah manis lukisan wajahku. Rindi yang duduk di seberangku menatap cemberut.
Dan satu hal lagi yang bikin tambah semangat, Pak Han’s tersenyum dan menyanjungku. Hanya untukku. Owh Tidak ! Hatiku kok jadi kacau begini ya.
"Anak-anak, contohlah teman kalian ini, dia pasti rajin belajar dan konsentrasi memperhatikan setiap yang saya sampaikan", sanjung PakHan’s.
“Huuuu............!!”, Suara teman-teman pada nyorakin. Suara Rindi mendominasi. Gak peduli, yang penting bisa happy.
Sebelum Pak Han’s benar-benar menutup pelajaran, lima menit terakhir seperti biasa Pak Han’s pasti bertanya, " Ada yang ditanyakan?" .
Semua anak melongo saja, ingin cepat-cepat istirahat. Maklum, jam makan siang. Soto Ayam Pak Warto di kantin sudah pada manggil-manggil, mendoan tempe juga sudah melayang-layang di angan, es teh segar sudah pada ngerayu. Eh, tiba-tiba si Rindi main nyeletuk saja.
" Pak, Salsa mau nanya katanya?", What? siapa yang mau tanya! Pandang matanya merasa menang.
"Ngg...Nggak kok pak", jawabku grogi. Padahal pas njawab kuis tadi, aku begitu percaya diri.
"Ndak usah malu-malu dong, Sa", Rindi tersenyum penuh kemenangan. Sialan, dia sengaja ingin ngerjain.
"Ya silahkan, Salsa mau tanya apa?", ditanya sama Pak Han’s malah tambah bingung mau tanya apa coba? yang lain pada nyengir ditahan. Pasti jadi kelihatan begonya kalau gugup begini.
“Tarik nafas, Sa. Berpikir... berpikir... jangan sampe Pak Han’s menganggap lu bego”,bisik hatiku.
"Nggak jadi deh pak, ini nggak nyambung sama pelajaran kita", berusaha keras buat ngeles. Tapi nggak berhasil!
"Ya nggak apa-apa. Apa saja boleh kok" Sialan ! kalau lagi gini aja otak jadi tumpul.
"Pak, kenapa kalau kita jatuh cinta itu jantung jadi deg-degan ya, apa ada hubungannya dengan hormon, kalo pun benar, hormon apa namanya, Pak?" , tiba-tiba saja bibirku meluncur sebuah pertanyaan tolol. Kok pertanyaan seperti itu sih yang diucapin. Aku gugup, mentok sih. Anak-anak pada gaduh lagi,
“Cieeeeeeeeeee...!!”, Dan si Rindi cuma bengong saja, duh malu-maluin ya pertanyaanya, makin keliatan bego deh!
“TETTT..!!”
Suara bel.
Sumpah, Bunyi ini menyelamatkan diriku. Pak Han’s tersenyum. Dan sebelum meninggalkan kelas, Pak Han’s berkata,
" Pertanyaan Salsa sangat bagus. Bagus sekali. Sayangnya, waktu kita sudah habis. Jadi ini PR bagi saya. Insya Allah saya jawab di pertemuan mendatang. PR untuk kalian, pelajari Peranan Ekosistem dan Dampak Lingkungan ", Anak-anak bersorak bangga.
Baru kali ini ada murid yang pertanyaannya jadi PR guru, berarti gurunya belum tahu jawabannya. Betul nggak? Haduh lebaynya, baru tanya segitu saja begitu bangganya. Tapi, minimal dengan adanya Pak Han’s di kelas kami, aku jadi tambah semangat belajarnya. Mamah juga ikut senang lihat anak cewek satu-satunya jadi kutu buku. Nggak lagi pulang telat sampai sore.
"Kalau Mamah lihat, kok Salsa belajarnya hanya pelajaran Biologi terus sih, pelajaran yang lain juga dong!", Tanya Mamah sambil menghidangkan segelas teh hangat dan sepiring pisang goreng di meja bundar ruang keluarga. Aku tertawa. Nggak tahu kenapa Biologi menjadi pelajaran paling asyik dan menyenangkan. Benar kata orang jika ingin suka satu pelajaran sukai dulu gurunya. Kalau begitu, harusnya guru-guru yang mengajar di sekolahku wajib berpenampilan menarik !Biar disukai.
Hari ini ada pelajaran biologi lagi, tapi sampai hampir habis pelajaran Biologi, pertanyaan minggu kemarin kok belum dijawab juga ya? Apa Pak Han’s lupa? Atau Pak Han’s tidak tahu jawabannya ?
"Anak-anak, sebelum saya akhiri pertemuan kita pagi ini, saya ingin menyampaikan berita bahwa pertemuan besok adalah pertemuan terakhir saya dengan kalian. Bu Winda, guru Biologi kalian sudah bisa mengajar lagi", Tatap Pak Han’s hampir menyapu seisi kelas.
“Huuu...!”, Anak-anak bukannya senang malah jadi kecewa. Mereka sudah merasa enjoy dengan cara pembelajarannya Pak Han’s. Juga karena usia kami tidak terpaut jauh. Pak Han’s memahami dunia kami, dunia anak remaja. Kenapa bukan Pak Han’s saja yang mengajar selamanya di sini. Tanpa sadar Pak Han’s menghampiri bangku di dekatku.
"Kenapa, Sa. Kok jadi murung begitu?", Aku nggak berani memandang ke atas, ke wajah Pak Han’s.
"Pak Han’s tetap ngajar disini saja Pak. Kami semangat kalau belajar sama Pak Han’s. Kalau Bu Winda membosankan”, aku merengek seperti anak balita. Anak-anak yang lain mengangguk mengiyakan. Menyetujui kalimatku.
“Bapak disini hanya menjalankan tugas saja, Sa. Kamu anak yang cerdas. Siapapun gurunya kamu tetap bisa dapat ilmu yang sama", Ujar Pak Han’s dengan suara yang begitu dalam.
“Nggak Pak, Bapak paling is the best!”, Si cCentil Rindi menengahi pembicaraan kami.
“Iya Pak.. tetap disini saja, Pak”, Teman-teman yang lain ikut ramai.
“Mmm...Tapi Pak, pertanyaan saya saja belum dijawab", Dengan muka memelas, aku menatap wajah Pak Han’s. Jujur saja, aku benar-benar nggak mau kehilangan dia. Karena senyumnya otak ini bekerja dengan seharusnya. Karena penyampaian materinya yang jauh dari kesan membosankan, membuat aku termotivasi untuk belajar segalanya. Karena kata-kata bijaknya, hidupku semakin tertata. Pak Han’s hanya tersenyum.
“Insya Allah pertemuan besok saya sampaikan”
Esoknya, hari yang tak diinginkan pun datang, Dua bulan berlalu terasa sangat sebentar. Waktu untuk Pak Han’s mengajar disini. Tapi Pak Han’s memberikan perubahan yang besar pada diri ini. Dan hari itu, pas jam pelajaran biologi, aku nggak mau masuk kelas, mending bolos saja daripada waktu Pak Han’s menyampaikan salam perpisahan aku bakal nangis termehek-mehek, malu kan?
Di Perpustakaan sekolah. Aku duduk sendiri. Masih berharap jika Pak Han’s menyadari ada seorang gadis usia 17 tahun yang jatuh cinta padanya , pada guru Biologi.
“Di suruh belajar disini”, begitu alasanku saat petugas Perpustakaan bertanya kenapa aku tidak masuk kelas. Dan aku masih duduk di perpustakaan saat bel istirahat berbunyi. Aku hanya tidak ingin ke kelas, menatapwajah-wajah sedih sisa perpisahan dengan Pak Han’s.
Seseorang tiba-tiba duduk di seberang mejaku. Meletakkan buku-buku di depanku. Deg! jantung serasa copot ketika mataku menangkap sosok yang selama hari-hari ini menemani segala aktivitas hidupku. Itu Pak Han’s.
"Kenapa tadi tidak masuk, Sa ??", Aku terdiam. Memainkan lembar-lembar buku yang ada di hadapanku. Menjawab dengan senyum tertunduk. Hanya senyum itu yang jadi jawabanku, mau jawab apa coba? Mau bilang, aku nggak rela bapak pergi, aku cinta sama bapak, Ide gila!
"Tadi Bapak sudah jelaskan jawaban dari pertanyaan kamu, Sa. Tapi bapak tidak melihat kamu di kelas, jadi sia-sia dong kamu bertanya tapi tidak mendapatkan jawabannya.Pasti kamu kecewa ya ?", Pak Han’smencoba melanjutkan pembicaraan.
"Ngg.. nggak kok Pak, bukan itu yang bikin saya kecewa...", Aku tak melanjutkan kalimatku.
“Tapi aku nggak mau bapak tinggalin, aku benar-bebar nggak mau, karena bapak semangatku.”, kalimat yang kutahan dalam hati.
"Kalo Pak Han’s boleh tahu, kenapa Salsa tanya tentang itu? kamu sedang jatuh cinta ya?", godanya. Ia tersenyum manis, manis sekali. Biasanya senyumnya itu membuat hatiku berbunga-bunga, tapi nggak tahu kenapa malah pengen nangis. Ia benar, aku jatuh cinta , cinta pada guru biologiku. Jatuh cinta pada Pak Han’s.
" Lho, kok wajahmu makin mendung, Sa?", ini Pak Han’s apa paranormal ya. Bisa tahu perubahan suasana hatiku.
"Pak gak tahu kan? bagi saya, jawaban dari pertanyaan saya itu nggak penting, yang harus bapak tahu, bapak adalah semangat saya, karena bapak ,saya jadi suka pelajaran biologi", tangis ini makin tak terhenti.
"Karena saya?"
"Ya Pak, karena saya suka bapak", aku sudah nggak kuat lagi membendung perasaanku. Akhirnya aku keluarkan saja isi hati yang selama ini menyesakki ruang hatiku. Aku tidak peduli bagaimana penilaian Pak Han’spadaku sekarang. Yang jelas aku sudah merasa lega bisa membongkar isi hatiku.Biar Pak Han’s tahu. Aku cinta Pak Han’s.
Diam, sebentar.
"Dengar Salsa, kamu bisa karena kamu niat bisa, semuanya karena kamu sendiri bukan karena gurunya saya ataupun siapapun. Dalam belajar jika ingin sukses kuncinya yaitu Ikhlas dalam belajar dan semangat yang tinggi"
"Saya jatuh cinta sama bapak", Nggak peduli lagi, yang penting rasa itu harus diungkapkan. Aku memandang wajah teduh itu. Dia hanya tersenyum. Membuat hati ini penasaran. Menunggu jawabannya.
" Terima kasih buat kejujurannya, Sa. Saya paham sekali usia-usia seperti kamu ini, Sa. Dan Saran saya, cinta itu harus diperjuangkan"
"Maksud bapak ?", aku penasaran. Apakah Pak Han’s juga berharap aku memperjuangkan cintaku pada Pak Han’s.
"Buktikan perjuanganmu dengan giat belajar. Jika suka sama saya tunjukan kamu itu mampu berprestasi siapapun gurunya yang mengajar", Apakah dia juga suka aku? Apakah aku punya kesempatan memilikinya? Apakah dia akan menungguku ?
"Saya pamit ya, Sa", Pak Han’s mengambil buku-bukunya. Kemudian berdiri untuk undur diri.
"Pak Han’s, saya akan buktikan sama bapak", Aku Bisa ! Dan aku yakin bisa masuk Universitas nomer satu itu. Demi masa depan dan cintaku pada guru biologiku.
Ia tersenyum dan pergi meninggalkanku sendiri. Sampai di depan pintu Pak Han’s berbalik, menatapku.
“Pada saatnya kamu akan mengerti, Sa”, kemudian tersenyum. Dan menghilang.
-Jakarta,menjelang Dhuhur-
Saat teringat anak-anakku di SDIT Nur Hidayah Surakarta, khususnya kelas 3A.
Cinta kan nggak pandang usia, ia nggak?
Waktu sudah hampir melewati batas larut malam. Jarum pendek menunjuk pada angka sebelas sedangkan jarum panjangnya menunjuk angka delapan. Tapi mataku tetap nggak mau terpejam. Hanya bisa gulang-guling nggak nyaman di atas kasur empuk kamarku. Sambil bicara sendiri pada buku Biologi. Mungkin benar kata orang. Aku sedang jatuh cinta !
Hari itu, satu setengah bulan yang lalu kelas kami kedatangan guru baru, namanya Pak Burhanuddin Alam. Panggilannya Pak Han’s. Aslinya orang Aceh. Orangnya cerdas dalam menyampaikan materi pelajaran, cara bicaranya juga bijak, pandangan matanya itu tuh, begitu meneduhkan, tapi juga supel, ramah, friendly, dan yang paling bikin dia cepat sekali populer karena satu hal.
Dia ganteng. Ganteng banget !
Kalau di gambarkan, dia itu mirip Teungku Firmansyah. Putih bersih, tinggi, tegap badannya, alisnya tebal, senyumnya manis, dan ada jenggot tipis di dagunya. Sebenarnya dia masih kuliah di Universitas Negeri nomer satu di kota ini. Dari ceritanya waktu pertama kali perkenalan, dia sedang mengadakan penelitian skripsi di Gunung Merapi. Nggak tahulah penelitian tentang apa, tentang bakteri apa gitu, bahasa latinnya aneh. Orang sekelas juga cuma melongo. Takjub. Bukan sama obrolan penelitiannya, tapi pada kegantengannya. Di Sekolah ini dia hanya menggantikan sementara guru Biologi kami yang sedang cuti hamil.
Biasanya, kalau ada pelajaran yang namanya Biologi, atmosfir di kelas ini seperti musim gugur. Pelajaran itu seklalu bikin ngantuk. Hampir tidak bisa dihitung anak-anak yang menguap dan berusaha menahan kepala dengan menopangnya pakai dua tangan. Beneran nggak tahu kenapa. Kalau boleh jujur, karena kata-katanya yang biologi banget. Kaku. Textbook banget deh pokoknya. Nggak ngerti lah aku. Tapi, sejak Pak Han’s mengajar di kelas kami, suasana kelas berubah jadi musim semi. Yang namanya papan tulis serasa berubah warna merah muda. Kursi dan meja juga ikut-ikutan berbunga. Begitu semangat, gimana enggak? kalo gurunya secakep dia? Hehe...
Si centil Rindi yang biasanya memilih duduk nomor tiga, malahan pindah ke bangku paling depan, mengusir Lala. Lala yang tampangnya culun dengan kaca mata tebalnya Cuma bisa pasang tampang memelas tertindas. Mau nampang aja tuh si Rindi bawaannya! Pita kepangan rambutnya juga kini makin berwarna-warni. Ngejreng banget deh. Bau badannya juga kadingaren wangi. Tampang wajahnya genit berseri-seri.
“Saingan berat nih !”, gerutuanku. Tentunya dalam hati saja.
“Baik anak-anak, kita lanjutkan materi yang sudah di berikan oleh Ibu Winda. Sekarang kita pelajari Ekologi", satu hal yang membuatku semakin jatuh hati pada Pak Han’s, dia itu selalu memberikan kata-kata bijak di setiap akhir kesimpulan materi pelajaran yang disampaikan. Semakin cakep aja nih pelajaran Biologi.
“Pada dasarnya lingkungan kita ini terdiri dari dua komponen, fisik dan non fisik. Komponen fisik terdiri dari biotik dan abiotik sedangkan non fisik merupakan hubungan manfaat antar benda yang ada di bumi ini. Dari dua komponen tersebut tercipta sebuah dinamika sistem interaksi yang disebut sebagai ekosistem. Pengertian secara luas adalah hubungan dari mahluk hidup dengan lingkungannya (biotik dan abiotik), masing-masing bersifat saling mempengaruhi dan diperlukan keberadaannya untuk memelihara kehidupan yang seimbang, selaras dan harmonis. Hubungan antar komponen ekosistem merupakan hubungan yang bersifat tetap teratur dan merupakan satu kesatuan yang saling pengaruh mempengaruhi, sehingga ekosistem merupakan konsep sentral atau inti daripada ekologi. Hubungan tersebut juga bersifat netral, mutualistik dan adaptif, namun ada pula yang bersifat dominasi komponen lain. Itulah kehidupan. Pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan adanya keserasian dan keseimbangan dalam interaksi antar komponen ekosistem tersebut. Maka satu pelajaran penting yang dapat kita ambil dari materi ini adalah, semua makhluk hidup (biotik) dengan segala yang ada di bumi ini mempunyai peran. Sebagaimana kita sebagai manusia. Dalam kehidupan ini, setiap orang mempunyai perannya masing-masing. Jadi tidak ada manusia yang dilahirkan ke dunia tanpa peran, semuanya penting. Semuanya istimewa. Peran sebagai makhluk Tuhan, peran sebagai seorang individu, peran sebagai anak dalam keluarga, peran sebagai seorang sahabat, dan lainnya. Ketika satu orang tidak menjalankan perannya, maka akan terjadi masalah. Maka dari itu, mari kita benar-benar jalankan peran dalam kehidupan ini sebagai makhluk Tuhan yang bermanfaat. Dan peran kalian sebagai seorang pelajar adalah untuk selalu belajar, belajar dan belajar”, Tuh kan, dia seakan seperti Kyai. Tapi gaya bicaranya tidak menggurui, jadinya kita yang di ajar menjadi makin terpesona saja.
“ Baik anak-anak, sebelum di akhiri kita kuis lisan dulu ya?",
“Wuuu...!”, Serombongan cowok yang duduk di pojok belakang menggerutu tidak jelas. Pak Han’s hanya tersenyum. Makin bikin hati nggak karuan aja nih. Pasti tadi anak-anak di pojok belakang itu tidak pada menyimak pelajaran. Beda dengan kebanyakan cewek, yang biasanya pada ngerumpi sendiri, ngantuk, tangannya usil mengambari butu tulis, atau nulis puisi, hari ini hampir kompak memelototin Pak Han’s. Padahal biasanya lihat buku biologi aja kayak mau muntah. Tulisan-tulisannya itu lho bikin ngantuk. Nggak ngerti dengan bahasa bukunya.
Kuis pun dimulai. Pertanyaannya hanya sepuluh soal. Hampir setiap pertanyaan terasa mudah untuk dijawab, beberapa kali ku angkat tangan dan jawab pertanyaan itu dengan benar. Hampir seluruh pasang mata di kelas ini memandang pada satu titik. Tempat dudukku. Semua anak takjub melihat sosok jenius baru dikelas. Cewek paling riweh tiba-tiba jadi master biologi. Aku hanya senyum-senyum bangga.Dan semakin menambah manis lukisan wajahku. Rindi yang duduk di seberangku menatap cemberut.
Dan satu hal lagi yang bikin tambah semangat, Pak Han’s tersenyum dan menyanjungku. Hanya untukku. Owh Tidak ! Hatiku kok jadi kacau begini ya.
"Anak-anak, contohlah teman kalian ini, dia pasti rajin belajar dan konsentrasi memperhatikan setiap yang saya sampaikan", sanjung PakHan’s.
“Huuuu............!!”, Suara teman-teman pada nyorakin. Suara Rindi mendominasi. Gak peduli, yang penting bisa happy.
Sebelum Pak Han’s benar-benar menutup pelajaran, lima menit terakhir seperti biasa Pak Han’s pasti bertanya, " Ada yang ditanyakan?" .
Semua anak melongo saja, ingin cepat-cepat istirahat. Maklum, jam makan siang. Soto Ayam Pak Warto di kantin sudah pada manggil-manggil, mendoan tempe juga sudah melayang-layang di angan, es teh segar sudah pada ngerayu. Eh, tiba-tiba si Rindi main nyeletuk saja.
" Pak, Salsa mau nanya katanya?", What? siapa yang mau tanya! Pandang matanya merasa menang.
"Ngg...Nggak kok pak", jawabku grogi. Padahal pas njawab kuis tadi, aku begitu percaya diri.
"Ndak usah malu-malu dong, Sa", Rindi tersenyum penuh kemenangan. Sialan, dia sengaja ingin ngerjain.
"Ya silahkan, Salsa mau tanya apa?", ditanya sama Pak Han’s malah tambah bingung mau tanya apa coba? yang lain pada nyengir ditahan. Pasti jadi kelihatan begonya kalau gugup begini.
“Tarik nafas, Sa. Berpikir... berpikir... jangan sampe Pak Han’s menganggap lu bego”,bisik hatiku.
"Nggak jadi deh pak, ini nggak nyambung sama pelajaran kita", berusaha keras buat ngeles. Tapi nggak berhasil!
"Ya nggak apa-apa. Apa saja boleh kok" Sialan ! kalau lagi gini aja otak jadi tumpul.
"Pak, kenapa kalau kita jatuh cinta itu jantung jadi deg-degan ya, apa ada hubungannya dengan hormon, kalo pun benar, hormon apa namanya, Pak?" , tiba-tiba saja bibirku meluncur sebuah pertanyaan tolol. Kok pertanyaan seperti itu sih yang diucapin. Aku gugup, mentok sih. Anak-anak pada gaduh lagi,
“Cieeeeeeeeeee...!!”, Dan si Rindi cuma bengong saja, duh malu-maluin ya pertanyaanya, makin keliatan bego deh!
“TETTT..!!”
Suara bel.
Sumpah, Bunyi ini menyelamatkan diriku. Pak Han’s tersenyum. Dan sebelum meninggalkan kelas, Pak Han’s berkata,
" Pertanyaan Salsa sangat bagus. Bagus sekali. Sayangnya, waktu kita sudah habis. Jadi ini PR bagi saya. Insya Allah saya jawab di pertemuan mendatang. PR untuk kalian, pelajari Peranan Ekosistem dan Dampak Lingkungan ", Anak-anak bersorak bangga.
Baru kali ini ada murid yang pertanyaannya jadi PR guru, berarti gurunya belum tahu jawabannya. Betul nggak? Haduh lebaynya, baru tanya segitu saja begitu bangganya. Tapi, minimal dengan adanya Pak Han’s di kelas kami, aku jadi tambah semangat belajarnya. Mamah juga ikut senang lihat anak cewek satu-satunya jadi kutu buku. Nggak lagi pulang telat sampai sore.
"Kalau Mamah lihat, kok Salsa belajarnya hanya pelajaran Biologi terus sih, pelajaran yang lain juga dong!", Tanya Mamah sambil menghidangkan segelas teh hangat dan sepiring pisang goreng di meja bundar ruang keluarga. Aku tertawa. Nggak tahu kenapa Biologi menjadi pelajaran paling asyik dan menyenangkan. Benar kata orang jika ingin suka satu pelajaran sukai dulu gurunya. Kalau begitu, harusnya guru-guru yang mengajar di sekolahku wajib berpenampilan menarik !Biar disukai.
Hari ini ada pelajaran biologi lagi, tapi sampai hampir habis pelajaran Biologi, pertanyaan minggu kemarin kok belum dijawab juga ya? Apa Pak Han’s lupa? Atau Pak Han’s tidak tahu jawabannya ?
"Anak-anak, sebelum saya akhiri pertemuan kita pagi ini, saya ingin menyampaikan berita bahwa pertemuan besok adalah pertemuan terakhir saya dengan kalian. Bu Winda, guru Biologi kalian sudah bisa mengajar lagi", Tatap Pak Han’s hampir menyapu seisi kelas.
“Huuu...!”, Anak-anak bukannya senang malah jadi kecewa. Mereka sudah merasa enjoy dengan cara pembelajarannya Pak Han’s. Juga karena usia kami tidak terpaut jauh. Pak Han’s memahami dunia kami, dunia anak remaja. Kenapa bukan Pak Han’s saja yang mengajar selamanya di sini. Tanpa sadar Pak Han’s menghampiri bangku di dekatku.
"Kenapa, Sa. Kok jadi murung begitu?", Aku nggak berani memandang ke atas, ke wajah Pak Han’s.
"Pak Han’s tetap ngajar disini saja Pak. Kami semangat kalau belajar sama Pak Han’s. Kalau Bu Winda membosankan”, aku merengek seperti anak balita. Anak-anak yang lain mengangguk mengiyakan. Menyetujui kalimatku.
“Bapak disini hanya menjalankan tugas saja, Sa. Kamu anak yang cerdas. Siapapun gurunya kamu tetap bisa dapat ilmu yang sama", Ujar Pak Han’s dengan suara yang begitu dalam.
“Nggak Pak, Bapak paling is the best!”, Si cCentil Rindi menengahi pembicaraan kami.
“Iya Pak.. tetap disini saja, Pak”, Teman-teman yang lain ikut ramai.
“Mmm...Tapi Pak, pertanyaan saya saja belum dijawab", Dengan muka memelas, aku menatap wajah Pak Han’s. Jujur saja, aku benar-benar nggak mau kehilangan dia. Karena senyumnya otak ini bekerja dengan seharusnya. Karena penyampaian materinya yang jauh dari kesan membosankan, membuat aku termotivasi untuk belajar segalanya. Karena kata-kata bijaknya, hidupku semakin tertata. Pak Han’s hanya tersenyum.
“Insya Allah pertemuan besok saya sampaikan”
Esoknya, hari yang tak diinginkan pun datang, Dua bulan berlalu terasa sangat sebentar. Waktu untuk Pak Han’s mengajar disini. Tapi Pak Han’s memberikan perubahan yang besar pada diri ini. Dan hari itu, pas jam pelajaran biologi, aku nggak mau masuk kelas, mending bolos saja daripada waktu Pak Han’s menyampaikan salam perpisahan aku bakal nangis termehek-mehek, malu kan?
Di Perpustakaan sekolah. Aku duduk sendiri. Masih berharap jika Pak Han’s menyadari ada seorang gadis usia 17 tahun yang jatuh cinta padanya , pada guru Biologi.
“Di suruh belajar disini”, begitu alasanku saat petugas Perpustakaan bertanya kenapa aku tidak masuk kelas. Dan aku masih duduk di perpustakaan saat bel istirahat berbunyi. Aku hanya tidak ingin ke kelas, menatapwajah-wajah sedih sisa perpisahan dengan Pak Han’s.
Seseorang tiba-tiba duduk di seberang mejaku. Meletakkan buku-buku di depanku. Deg! jantung serasa copot ketika mataku menangkap sosok yang selama hari-hari ini menemani segala aktivitas hidupku. Itu Pak Han’s.
"Kenapa tadi tidak masuk, Sa ??", Aku terdiam. Memainkan lembar-lembar buku yang ada di hadapanku. Menjawab dengan senyum tertunduk. Hanya senyum itu yang jadi jawabanku, mau jawab apa coba? Mau bilang, aku nggak rela bapak pergi, aku cinta sama bapak, Ide gila!
"Tadi Bapak sudah jelaskan jawaban dari pertanyaan kamu, Sa. Tapi bapak tidak melihat kamu di kelas, jadi sia-sia dong kamu bertanya tapi tidak mendapatkan jawabannya.Pasti kamu kecewa ya ?", Pak Han’smencoba melanjutkan pembicaraan.
"Ngg.. nggak kok Pak, bukan itu yang bikin saya kecewa...", Aku tak melanjutkan kalimatku.
“Tapi aku nggak mau bapak tinggalin, aku benar-bebar nggak mau, karena bapak semangatku.”, kalimat yang kutahan dalam hati.
"Kalo Pak Han’s boleh tahu, kenapa Salsa tanya tentang itu? kamu sedang jatuh cinta ya?", godanya. Ia tersenyum manis, manis sekali. Biasanya senyumnya itu membuat hatiku berbunga-bunga, tapi nggak tahu kenapa malah pengen nangis. Ia benar, aku jatuh cinta , cinta pada guru biologiku. Jatuh cinta pada Pak Han’s.
" Lho, kok wajahmu makin mendung, Sa?", ini Pak Han’s apa paranormal ya. Bisa tahu perubahan suasana hatiku.
"Pak gak tahu kan? bagi saya, jawaban dari pertanyaan saya itu nggak penting, yang harus bapak tahu, bapak adalah semangat saya, karena bapak ,saya jadi suka pelajaran biologi", tangis ini makin tak terhenti.
"Karena saya?"
"Ya Pak, karena saya suka bapak", aku sudah nggak kuat lagi membendung perasaanku. Akhirnya aku keluarkan saja isi hati yang selama ini menyesakki ruang hatiku. Aku tidak peduli bagaimana penilaian Pak Han’spadaku sekarang. Yang jelas aku sudah merasa lega bisa membongkar isi hatiku.Biar Pak Han’s tahu. Aku cinta Pak Han’s.
Diam, sebentar.
"Dengar Salsa, kamu bisa karena kamu niat bisa, semuanya karena kamu sendiri bukan karena gurunya saya ataupun siapapun. Dalam belajar jika ingin sukses kuncinya yaitu Ikhlas dalam belajar dan semangat yang tinggi"
"Saya jatuh cinta sama bapak", Nggak peduli lagi, yang penting rasa itu harus diungkapkan. Aku memandang wajah teduh itu. Dia hanya tersenyum. Membuat hati ini penasaran. Menunggu jawabannya.
" Terima kasih buat kejujurannya, Sa. Saya paham sekali usia-usia seperti kamu ini, Sa. Dan Saran saya, cinta itu harus diperjuangkan"
"Maksud bapak ?", aku penasaran. Apakah Pak Han’s juga berharap aku memperjuangkan cintaku pada Pak Han’s.
"Buktikan perjuanganmu dengan giat belajar. Jika suka sama saya tunjukan kamu itu mampu berprestasi siapapun gurunya yang mengajar", Apakah dia juga suka aku? Apakah aku punya kesempatan memilikinya? Apakah dia akan menungguku ?
"Saya pamit ya, Sa", Pak Han’s mengambil buku-bukunya. Kemudian berdiri untuk undur diri.
"Pak Han’s, saya akan buktikan sama bapak", Aku Bisa ! Dan aku yakin bisa masuk Universitas nomer satu itu. Demi masa depan dan cintaku pada guru biologiku.
Ia tersenyum dan pergi meninggalkanku sendiri. Sampai di depan pintu Pak Han’s berbalik, menatapku.
“Pada saatnya kamu akan mengerti, Sa”, kemudian tersenyum. Dan menghilang.
-Jakarta,menjelang Dhuhur-
Saat teringat anak-anakku di SDIT Nur Hidayah Surakarta, khususnya kelas 3A.